Jumat, 15 Juli 2011

Perilaku Inefisien Penyebab Kebangkrutan di Daerah

Dimuat di tribbunews.com

Laporan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) kemarin patut untuk menjadi cerminan bahwa otonomi daerah tak selamanya membawa kemanfaatan yang besar bagi masyarakat. Menurut laporan tersebut, FITRA melansir terdapat 124 daerah di Indonesia yang memiliki anggaran belanja pegawai melebihi anggaran belanja modal. Anggaran belanja pegawai ke-124 daerah tersebut mencapai 60 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Kenyataan ini dibiarkan akan berdampak sistemik dan mengancam eskalasi konflik yang lebih tinggi. Sebab itu, ini harus menjadi warning (peringatan) bagi pemerintah untuk mengkerangkai kebijakan otonomi dan anggaran daerah yang lebih baik, demikian diungkapkan oleh M.Ichlas El Qudsi, Anggota DPR RI Komisi XI dalam sebuah kesempatan wawancara.

“Ini warning bagi pemerintah bagaimana semua ini bisa terjadi. Adanya 124 daerah yang terancam bangkrut menurut laporan FITRA harus disikapi dengan seksama. Artinya, ada yang salah, ntah itu kebijakan primernya atau pada manajemennya. Saya kira, jika itu dibiarkan berlarut-larut dapat mengancam stabilitas anggaran yang lebih besar”, ujar pria yang akrab disapa Bang Michel ini.

Menurut laporan FITRA tersebut, dari 124 daerah yang terancam bangkrut, sebanyak 16 daerah diambang kritis karena menganggarkan belanja pegawai mencapai 70 persen lebih. Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menduduki peringkat tertinggi dengan belanja daerah mencapai 83 persen.

“Semestinya, anggaran belanja pegawai tidak boleh lebih dari 50 persen. Dengan memperbanyak porsi anggaran pada modal, nantinya akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi”, kata Michel El Qudsi ini menambahkan.

Menurut Michel, harus dikembangkan cara pandang yang lebih baik terhadap anggaran pembangunan di daerah. Orientasi penganggaran harus bersifat efektif dan efisien serta berasaskan pada kemanfaatan yang lebih besar. Intinya, bagaimana daerah dalam setiap pelaksanaan kebijakan harus mengacu pada efisiensi anggaran daerah. Agar, daerah dapat mengembangkan sistem penganggaran untuk pembangunan sebagai porsi terbesar.

“Selain itu, perilaku aparat juga harus dibenahi. Banyak yang menunjukkan perilaku yang tidak efisien, seperti seringnya melakukan perjalanan dinas yang kadang masih dipertanyakan kemanfaatan yang lebih besar untuk masyarakatnya. Bagaimapun ini harus segera dibenahi”, ungkap Michel yang juga berasal dari Fraksi PAN ini.

Dalam hal ini, beliau juga menambahkan, penghargaan harus diberikan kepada pemerintah daerah yang bisa melakukan usaha untuk membangun sumber pendapatannya sendiri. Dengn begitu, sikap kemandirian dan upaya untuk menjaga stabilitas pembangunan dapat dilaksanakan secara lebih baik.

Tidak ada komentar: