Jumat, 22 Juli 2011

Muhammadiyah Meminta UU Pro Asing Direvisi

Saat ini Indonesia sudah terjebak dalam kerangka pembangunan ekonomi yang permisif terhadap kepentingan asing. Padahal, Pancasila dan UUD 1945 secara jelas mensyaratkan kepentingan nasional di atas segala konsep dan pelaksanaan pembangunan Indonesia. Jika terus dibiarkan, maka tak lama lagi warga Negara Indonesia akan menjadi asing di negaranya sendiri.

Beberapa paket Undang-Undang (UU) menunjukkan fenomena dimana aturan-aturan yang tercantum didalamnya memuat kepentingan asing, baik itu pemerintah asing maupun pihak-pihak swasta. Kondisi ini diperparah lagi dengan upaya-upaya untuk selalu mengakomodir kepentingan asing tersebut dan melupakan bahwa kepentingan nasional dan warga negara merupakan prioritas terpenting.

“Seperti pada UU Perbankan. Saat ini, dominasi kepemilikan saham pihak asing terhadap dunia perbankan Indonesia telah mencapai 48 persen. Ini artinya, hampir separuh kepemilikan bank-bank di Indonsia, dikuasasi oleh pihak asing. Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan. UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberi izin kepemilikan asing pada bank lokal hingga 99 persen jelas sangat merugikan”, kata M. Ichlas El Qudsi, Anggota Fraksi PAN ketika diminta pendapatnya mengenai hal ini.

Dalam pandangan generasi muda Muhammadiyah menilai, UU yang pro asing seperti UU Perbankan ini harus segera di revisi. Mengapa? Karena situasi ini jelas tidak menguntungkan bagi perekonomian nasional dan juga telah terjadi persaingan yang tidak sehat.

“Bayangkan saja, jika sebuah bank lokal dikuasai oleh asing dengan persentase yang dominan, tentu akan memberi pengaruh yang besar dan berdampak sistematis terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan”, ujar pria yang juga anggota Komisi XI ini menambahkan.

Pria yang akrab di panggil Bang Michel ini menambahkan,” Selain itu, jika suatu saat bank-bank tersebut mengalami kebangkrutan, sementara pemiliknya tidak bertanggung jawab untuk mengembalikan dana nasabah, ini yang akan menjadi blunder terutama bagi Pemerintah. Hal ini terjadi pada Bank Century, misalnya. Di saat bank mengalami kebangkrutan, sementara kepemilikan bank dikuasai orang asing, dana nasabah hingga saat ini masih belum jelas penyelesaiannya. Kalau sudah begini, kembali pemerintah yang harus dibebankan tanggung jawab”.

“Karena itu, penyelesaian terhadap segala permasalahan tersebut adalah dengan segera merevisi UU yang pro asing. Pihak asing boleh saja berinvestasi, namun bukan untuk menguasai”, demikian kata pria asal Sumatera Barat ini.

Selain UU Perbankan, UU Migas serta UU Minerba dan UU lainnya yang masih mengakomodir kepentingan asing secara dominan harus segera direvisi. Sebab, seluruh UU tersebut tidak akan membawa kemanfaatan terbesar bagi kemakmuran masyarakat.

Tidak ada komentar: