Kamis, 02 Juni 2011

NII dan Penodaan Agama

Penulis: Mohammad Ichlas El Qudsi (Anggota DPR RI Asal Sumatera Barat)

Bagi kita yang sudah pernah belajar sejarah di sekolah, mesti mengetahui tentang sosok Kertosuwiryo yang mendirikan pergerakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia yan lebih dikenal dengan DI/TII. Masih menurut referensi sejarah juga, tujuan adanya pergerakan DI/TII adalah satu, yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Namun kemudian, oleh pemerintahan Sukarno pada waktu, pemberontakan DI/TII Kertosuwiryo bisa diberantas.

Puluhan tahun tak terdengar, sekarang persoalan NII kembali mencuat di tengah-tengah masyarakat. Heboh dan memberikan efek psikologis bagi ketentraman dan keamanan masyarakat. Kehadirannya merupakan sebuah bentuk teror baru yang tak kalah hebat dengan teror bom yang selama ini banyak mengguncang kehidupan Negara. Kita seolah-olah kembali terhenyak dengan kehadirannya pada masa orde lama dan sekarang hadir dalam era kekinian.

Kasus penculikan 12 orang mahasiswa UMM beberapa waktu lalu menjadi gerbang bagi terungkapnya modus dari kehadiran NII di tengah-tengah masyarakat. Sebelumnya juga pernah ada beberapa orang tua yag melaporkan hilangnya anak mereka dan diduga direkrut oleh NII. Bahkan lebih mengejutkan lagi adalah keterangan dari mantan petinggi NII KW IX yang menyebutkan bahwa anggota NII saat ini elah berjumlah lebih dari 200 ribu orang yang tersebar di berbagai daerah dan menyamar dalam bidang kerja yang beragam. Keterangan ini makin menguatkan dugaan bahwa NII secara perlahan akan menjadi masalah baru dan bisa jadi pelik dalam kehidupan sosial politik Indonesia.

Sebuah Bentuk Penodaan

Jika dikatakan bahwa NII saat ini sebanding dengan upaya untuk menodai agama, khususnya Islam boleh jadi demikian adanya. Islam sebagai sebuah agama sudah memiliki sistem dan kerangka peribadatan yang jelas dan tegas. Semua sudah terukur dan termaktub dengan jelas dalam Al-Qur’an dan Al Sunnah. Sebagai agama Rahmatan Lil’alamin, Islam sangat tegas menjauhi kekerasan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai orang lain yang menganut kepercayaan yang berbeda, bahkan memandang semua manusia seiman Islam adalah saudara. Bahkan dalam nash-nash yang ada, Islam sangat menghormati orang tua, pemimpin yang adil, dan orang-orang yang berjuang dijalan Allah SWT.

NII yang belakangan ini mencuat menjalankan praktek serta pola bentukan yang berbeda dari pakem yang diyakini. Mari kita lihat. Bagi mereka (NII), setiap orang yang bukan dari bagian mereka adalah kafir. NII bagi mereka adalah sebuah tujuan final dan karenanya segala sikap dan tindak tanduk selalu bersifat absolute, yakni kebenaran menurut versi mereka. Padahal jelas Rasulullah mengatakan bahwa janganlah mudah mengatakan orang Muslim itu kafir sebelum jelas kekafirannya. Artinya, mengkafirkan orang yang hanya karena tidak menjadi bagian mereka adalah sebuah penodaan.

Kemudian lagi adalah cara mereka untuk mengembangkan pergerakan dan memperbanyak anggota. Islam dalam melakukan pengembangan syiarnya selalu dengan kelembutan, terkecuali yang sudah jelas kemurtadan dan kemunafikannya. Tidak ada persyaratan yang aneh-aneh dan memberatkan bagi mereka yang ingin masuk didalamnya, kecuali membaca Dua Kalimah Syahadat sebagai bentuk pengakuan bahwa Tiada Tuhan yang Patut Disembah kecuali Allah SWT dan Rasulullah sebagai utusanNya. Sementara, dalam NII model perekrutan, yang biasanya mereka sebut dengan hijrah, harus dibarengi dengan adanya pemberian mahar yang ditentukan oleh petinggi NII. Dan untuk memenuhi mahar tersebut, semua cara boleh dilakukan, dengan membohongi orang tua, mencuri, merampok, bahkan mungkin saja boleh membunuh. Bagi mereka halal untuk melakukan itu terhadap orang diluar kelompok mereka. Dengan demikian ini pun jelas sebagai bentuk dari penodaan agama pula.

NII Makar

Bila kita perhatikan, keberadaan NII sebetulnya sudah masuk dalam kategori makar terhadap NKRI. Mengapa? Sebab, mereka secara jelas ingin mendirikan Negara baru di atas bumi Indonesia yang mendasarkan diri pada Pancasila dan konstitusi UUD 1945. Segala bentuk upaya untuk mendirikan Negara di atas Negara jelas merupakan sebuah makar. Dalam kondisi ini maka, pemerintah memang sudah seharusnya berperan untuk melakukan upaya preventif dan progresif untuk mencegah dan meresistensi adanya ancaman dan tindakan maker yang dilakukan NII. Sebab, bukan tak mungkin jika mereka merasa sudah siap, mereka dapat melakukan pemberontakan.

Pemerintah memang jangan terus menerus tinggal diam dan menyerahkan kondisi ini kepada masyarakat. Masyarakat sudah banyak menjadi korban dan ditimpa kehilangan yang besar. Taruh saja jika benar anggota ini lebih dari 200 ribu orang, maka tentu banyak dan cepat sekali upaya pengembangan dan perluasaan gerakan ini di Indonesia. Keberadaan mereka harus serius ditangani dan diperhatikan secara khusus agar dapat terus dipantau perkembangannya.

Dari apa yang mereka jalankan selama ini dan upaya untuk membangun kekuatan bagi pendirian Negara baru, maka tentu sudah tak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak mengambil tindakan serius terhadap kelompok ini. Tujuannya jelas yakni untuk menjaga keamanan dan ketentraman serta ketenangan masyarakat untuk menjalankan kehidupan sosial, beribadah dan melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Pengusutan terhadap upaya penghilangan orang secara “halus” dengan mengiming-imingi terhadap sesuatu yang belum pasti, haruslah dilakukan. Sebab, jika itu terus menerus terjadi, bisa jadi akan habis generasi bangsa ini oleh kegiatan cuci otak ala NII. Semoga ini juga dapat menjadi pembelajaran berharga betapa pentingnya iman dan ilmu untuk tetap menjaga keseimbangan dunia dan akherat.

Dimuat di www.padangmedia.com

Tidak ada komentar: